23 Sept 2010

Orang Miskin ga berhak hidup !!!





Si Melon yang jadi pusat perhatian

Akhir-akhir ini, 'serangan' ledakan gas sering sekali terdengar. Hampir setiap harinya kita mendengar insiden ledakan gas ini. Entah karena kebocoran tabung, selang, regulator atau karena memang ada pengoplosan. Entah karena tabung yang kurang bagus.

Yang jadi korban, mereka yang sebagian besar mendapatkan jatah pembagian hasil dari konversi minyak tanah ke gas. Mereka yang dengan terpaksa harus mencicipi melon padahal mitan bagi mereka masih cukup manis. Masih cukup manis hingga adanya konversi yang menyebabkan mitan menjadi mahal. 

Setelah sekian lama menjadi pusat perhatian, menjadi topik liputan stasiun-stasiun TV, sosialisasi penggunaan tabung gas yang aman pun gencar dilakukan. Booom ... masih juga terdengar ledakan di sana sini. Masyarakat  semakin takut menggunakan tabung gas LPG. Kembali ke minyak tanah ? Mahal. Terus menggunakan LPG ? Takut meledak. 

Perhatikan iklan yang sedang gencar ditayangkan. 
Jika tercium bau gas, segera matikan alat listrik, bawa ke ruang terbuka.
Ruangan dapur harus memiliki ventilasi dan sirkulasi udara yang baik.
... .... ...
.........
.............
.......

Ya ... ruangan dapur harus memiliki ventilasi yang baik. Jika dapur (katakan 3 x 2 meter) tanpa ventilasi, gas yang bocor akan memenuhi volum ruang tersebut. Gas yang cenderung lebih berat dari udara, akan mengumpul di bagian bawah (di lantai). Tidak ada ventilasi dan sirkulasi udara yang baik, gas dari kebocoran terus menetap di ruangan dapur. Terus terakumulasi di dalam ruangan, dan BOOM ... percikan api entah dari listrik, rokok, pemantik dll menyulut gas dan meledakan seisi ruangan.

Sudah dikatakan, masyarakat harus memiliki dapur dengan ventilasi dan sirkulasi yang baik ! Udara yang keluar masuk diharapkan menyebabkan gas LPG tidak terkumpul di ruangan. Efek ledakan tidak akan sedahsyat jika kebocoran gas di ruang tertutup !

Ayo ... buat ruangan dapur tempat ibu-ibu menyimpan gas LPG menjadi nyaman, sirkulasi udara baik.

Ayo ... tunggu apa lagi ?!

Memangnya ga butuh dana, Bos ?

O iya betul. Untuk membuat dapur yang ideal, yang ada sirkulasi udara dan ventilasi yang baik, tentu saja butuh dana. Beda jika dapurnya memang sudah ideal. 
Masyarakat kita sepertinya banyak yang belum punya dapur ideal. 

Bukankah ini Tabung LPG 3 KG ? Atau memang Bom ?
Tambora, daerah padat di Jakarta. Melihat keadaan dapur di beberapa lokasi ledakan, sungguh tidak ideal. Tidak ada ventilasi untuk sirkulasi udara yang baik. Ruang dapur sangat kecil. Pernah pula rumah ledakan tabung, ukuran rumah (petakan) hanya sekitar 4 x 5 m. Sudah termasuh tempat untuk tidur, ruang kumpul keluarga, untuk memasak pula. Plafon mungkin sekitar 2 meter dari lantai. Ventilasi ? 

Ada pula kontrakan yang dapurnya sekitar 1 x 3 m. Ventilasi hanya dari pintu masuk dapur. Boom.
Inikah teroris ?

Apakah salah jika masyarakat kita miskin sehingga tidak bisa memiliki ruang dapur yang ideal dengan sirkulasi udara yang baik ? Apakah salah jika masyarakat kita miskin dan sangat terpaksa menggunakan LPG dan hidup dengan ketakutan ?

Jika saja Anda bukan orang miskin, Anda bisa membeli tabung gas yang lebih baik, bisa membeli regulator yang baik, bisa membeli kompor gas yang lebih baik, bisa membangun dapur Anda menjadi lebih baik, nyaman dan dengan ventilasi udara yang baik. Jika Anda bukan orang miskin, Anda bahkan tidak perlu kompor gas yang mahal, cukup angkat telpon, pesan Pizza, McD, KFC atau bahkan Martabak pun sudah menyediakan jasa antar ke rumah. Tidak perlu masak. Cukup duit.

Bahkan jika Anda super kaya, Anda hanya tinggal nganga, cuma buka mulut saja untuk bisa makan, pelayan Anda akan menyuapi Anda. 

Itu jika Anda kaya.

Jangan jadi orang miskin, karena jika miskin, Anda tidak bisa hidup. Anda hidup-pun dengan ketakutan menggunakan LPG. Anda harus puas disalahkan karena memiliki dapur yang kecil. Anda harus puas hidup tanpa mengeluh. Anda harus puas untuk selalu disalahkan karena tidak becus menggunakan kompor gas ! Anda harus puas karena Anda salah menggunakan regulator. 


22 Sept 2010

Pancasila ? Sudah lupa tuh ...






Berapa usia Anda sekarang? Apa tingkat pendidikan Anda sekarang ini ? Kapan terakhir kali Anda mengikuti Upacara Bendera ?

Apa lambang dari sila 'Kemanusiaan yang adil dan beradab' ?
a. Rantai Baja
b. Pohon Beringin
c. Padi dan Kapas

Dan si peserta pun tidak mampu menjawab, "PASS"
Dia pun lolos ke babak berikutnya karena alat bantu "PASS" tersebut. Bagaimana dengan 'lawan'nya yang berjumlah 100 orang ? Adakah mereka mampu menjawab pertanyaan di atas ?

Surprise !!! hampir setengahnya alias 50 peserta GAGAL atau SALAH menjawab lambang dari sila 'Kemanusiaan yang adil dan beradab' Apakah mereka juga tahu itu adalah bunyi sila ke berapa?

Kejadian ini adalah satu cuplikan kuis TV "satu lawan seratus" yang tayang di Indosiar. Kalau tidak salah tayang 20 Sept 2010. Koreksi jika salah.

Padahal, si peserta, seperti disebutkan Anjasmara, pemandu acara itu, adalah seorang Paskibraka. Ya ... mungkin dia sedikit lupa. Mungkin lebih hapal logo biru Facebook atau burung mungil Twitter. Garuda ? Sepertinya bukan di dadaku.


Menakjubkan, seorang cendikia tidak bisa menjawab soal yang sering diberikan di bangku sekolah dasar. Ya, sudah lulus ya sudah saja. It's Facebook time, man ! Twitter, BBM, YM. You'll be familiar with all these logo.

Pancasila dasar negara ... Rakyat adil makmur sentosa ...


Jadi teringat tayangan Metro TV sewaktu peringatan hari kelahiran Pancasila tahun ini (2010). Saat itu seorang presenternya mewawancarai beberapa anggota DPR, dia meminta anggota DPR (yang terhormat) untuk menyebutkan sila-sila Pancasila dari sila 1 sampai sila 5. Yang namanya anggota DPR, masa sih ga tau ? Bukannya sering diucapkan ? (hehe ... padahal ga pernah ikut rapat bareng anggota DPR (yang terhormat) )

Amazing ... surprise ...
Perkiraanku jika anggota DPR akan lantang menyebut satu persatu sila Pancasila, ternyata meleset. Aku lupa yang pertama kali diwawancara itu siapa, yang jelas seorang Bapak. Satu lagi seorang ibu dari partai berwarna merah, anak mantan Presiden kita. Yang ini aku ingat betul.

Saat diminta menyebutkan sila 1 sampai 5, si Ibu seperti agak meledek "ah kamu ini apa-apaan sih ... " tapi lanjutnya " sila pertama Ketuhanan ...." sampai sila ketiga atau keempat, dia mandek, sambil menaiki mobilnya, menengok ke belakang, "sila keempat gimana? "

Hmmm ... gimana ya ?
rakyat Indonesia masih banyak juga yang buat huruf, tidak sekolah. Wajar (walaupun bisa jadi mereka hapal bunyi sila Pancasila) kalau mereka tidak mampu menjawabnya. Ini ? Berpendidikan tinggi, berkedudukan terhormat. OMG. Kalo ga ya siap-siap ngapalin dulu. Peristiwanya kan peringatan hari kelahiran Pancasila, ditanya saat usai peringatan kelahiran Pancasila. Trus di acara peringatan kelahiran Pancasila tuh ngapain aja ?

Satu lagi yang diwawancara presenter Metro TV, Akbar Tanjung. Apa Pa Akbar juga tidak bisa menjawab ? 
Eits ... ternyata tidak semua anggota Dewan tidak bisa menjawab. 
'Apakah Bapak bisa menyebutkan sila Pancasila dari 1 sampai 5 ?' Tanya Presenter itu. Dengan lantang, Pa Akbar menjawab ' Ya tentu dong ... nih ... sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, kedua Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, ketiga Persatuan Indonesia, keempat Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.'

Mantap ! 

Kalo kata Rianti Cartwright "Good job, i like that, good job"

1 Sept 2010

Ini dia gedung supermewah DPR






Rancangan 1,16 Triliun Rupiah, 36 lantai, lengkap dengan fasititas. Hmm ... ditengah ramainya petasan dan ledakan gas 3 kg, disaat "rakyat" yang diwakilinya hanya bisa memiliki ruang yang cukup untuk berbaring saja, disaat "rakyat" yang diwakilinya dag-dig-dug menggunakan gas 3 kg dan belum ada jaminan keamanan penggunaan gas tersebut, anggota dewan terhormat selaku wakil rakyat bersiap untuk semakin menikmati buah karya tidur-nya selama ini di ruang rapat.

Apa yang salah jika wakil rakyat "kita" memiliki gedung super wah ini? Tak ada yang salah, dan kita harusnya bangga bahwa bangsa kita bisa menyediakan gedung indah ini untuk para anggota dewan. 
Tapi apa tidak sebaiknya lirik kanan lirik kiri, tengok depan dan belakang juga. Masih banyak rakyat yang diwakilinya yang hanya hidup seadanya, bahkan tanpa rumah, atau rumah gerobak.

Sering ku lihat saat tugas lapangan, bagaimana mereka yang di Tambora-Jakarta hanya bisa tinggal di kontrakan selebar tinggi badan mereka saja. Bagaimana mereka hanya bisa berteduh dibawah pohon rimbun saja. Hidup penuh ketakutan dari ledakan gas melon. Bagaimana mungkin mereka menyediakan ruang dapur dengan ventilasi baik, regulator SNI, selang SNI agar tidak terjadi ledakan, padahal mereka cari makan-pun sulit. 

Tak ada ide pembangunan apartemen super untuk menampung mereka. Tak ada pembagian makan gratis rutin setiap hari untuk mereka. Yang ada hanya rumah yang semakin baik, semakin wah untuk para anggota dewan yang mewakili (entah mewakili siapa).

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls